Home » » MENELUSURI JEJAK BAHASA DI MAKAM RELIGI (WALIYULLAH) MADURA : PERSPEKTIF LANSKAP LINGUISTIK

MENELUSURI JEJAK BAHASA DI MAKAM RELIGI (WALIYULLAH) MADURA : PERSPEKTIF LANSKAP LINGUISTIK

Written By websalsabila on Kamis, 09 Januari 2025 | Januari 09, 2025

MENELUSURI JEJAK BAHASA DI MAKAM RELIGI (WALIYULLAH) MADURA: PERSPEKTIF LANSKAP LINGUISTIK

Judul                    : Menelusuri Jejak Bahasa di Makam Religi (Waliyullah) Madura : Perspektif Lanskap Linguistik.  
Penulis                 :  Hj. Iswah Adriana, S.Ag, M.Pd., Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto, M.Pd. Agik Nur Efendi, M.Pd., & Nora Erika Aulia 
Berat                    : 350 gr
Halaman              : vi+130
Ukuran                 :14,5 x 21 cm
Katagori Buku      : Lepas
Penerbitan           : Pena Salsabila 





Sinopsis


Buku ini tersusun dari hasil penelitian yang bertujuan untuk menganalisis lanskap linguistik di kawasan makam Waliyullah di Madura sebagai bentuk identitas budaya dan kajian akademik dalam bidang bahasa. Lokasi penelitian mencakup beberapa makam religius di Madura, yaitu makam Syaikhona Cholil Bangkalan, makam Ratu Ebbhu di Sampang, makam Batu Ampar di Pamekasan, dan makam Asta Tinggi di Sumenep. Lanskap linguistik (LL) merupakan sebuah disiplin yang relatif masih baru dan merupakan gabungan dari disiplin akademis linguistik terapan, sosiolinguistik, antropologi, sosiologi, psikologi, dan geografi kultural. Istilah lanskap linguistik pertama kali digunakan oleh Landry and Bourhis (1997) yang membatasinya sebagai bahasa untuk tanda jalan umum, nama jalan dan tempat, nama bangunan pemerintah dalam sebuah kelompok daerah, wilayah, atau kota. Kemudian Shohamy and Gorter (2009) memperluas cakupan tentang LL ini ke bahasa dalam lingkungan, kata, dan citra yang dipajang di ruang publik dan menjadi pusat perhatian di suatu wilayah yang pesat pertumbuhannya. Dalam kajian lain, Dagenais, Moore, Sabatier, Lamarre, & Armand (2008) dalam Sahril, Harahap, and Hermanto (2019) juga memperkenalkan gagasan LL dengan kata environmental print, yakni ‘penggunaan bahasa dalam bentuk tertulis di ruang publik’.
Penggunaan bahasa dalam ruang publik di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti pada UU No. 24 Tahun 2009 dan Perpres No. 63 Tahun 2019. Kedua peraturan tersebut mengatur bagaimana bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus diutamakan dalam segala kepentingan yang bersifat formal dan mengandung unsur kepentingan publik yang diterbitkan oleh lembaga pemerintahan, badan, dan swasta (Wijaya & Savitri, 2021). Namun, pada praktiknya, masih banyak ditemukan identitas nama jalan atau nama bangunan yang tersusun atas bahasa asing atau bahasa daerah  
Share this post :
 
Support : Pena Salsabila | Pustaka Radja | MN Harisuddin
Copyright © 2021. Pena Salsabila - All Rights Reserved
Template Created by Surya Milenia Published by Admin
Admin by AMS-DMX