MENELUSURI JEJAK BAHASA DI MAKAM RELIGI (WALIYULLAH) MADURA: PERSPEKTIF LANSKAP LINGUISTIK
Judul : Menelusuri Jejak Bahasa di Makam Religi (Waliyullah) Madura : Perspektif Lanskap Linguistik.
Penulis : Hj. Iswah Adriana, S.Ag, M.Pd., Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto, M.Pd.
Agik Nur Efendi, M.Pd., & Nora Erika Aulia
Berat : 350 gr
Halaman : vi+130
Ukuran :14,5 x 21 cm
Katagori Buku : Lepas
Penerbitan : Pena Salsabila
Sinopsis
Buku ini tersusun dari hasil penelitian yang bertujuan
untuk menganalisis lanskap linguistik di kawasan makam
Waliyullah di Madura sebagai bentuk identitas budaya dan
kajian akademik dalam bidang bahasa. Lokasi penelitian
mencakup beberapa makam religius di Madura, yaitu
makam Syaikhona Cholil Bangkalan, makam Ratu Ebbhu di
Sampang, makam Batu Ampar di Pamekasan, dan makam
Asta Tinggi di Sumenep.
Lanskap linguistik (LL) merupakan sebuah disiplin
yang relatif masih baru dan merupakan gabungan dari
disiplin
akademis linguistik terapan, sosiolinguistik,
antropologi, sosiologi, psikologi, dan geografi kultural.
Istilah lanskap linguistik pertama kali digunakan oleh
Landry and Bourhis (1997) yang membatasinya sebagai
bahasa untuk tanda jalan umum, nama jalan dan tempat,
nama bangunan pemerintah dalam sebuah kelompok
daerah, wilayah, atau kota. Kemudian Shohamy and Gorter
(2009) memperluas cakupan tentang LL ini ke bahasa dalam
lingkungan, kata, dan citra yang dipajang di ruang publik
dan menjadi pusat perhatian di suatu wilayah yang pesat
pertumbuhannya. Dalam kajian lain, Dagenais, Moore,
Sabatier, Lamarre, & Armand (2008) dalam Sahril,
Harahap, and Hermanto (2019) juga memperkenalkan
gagasan LL dengan kata environmental print, yakni
‘penggunaan bahasa dalam bentuk tertulis di ruang publik’.
Penggunaan bahasa dalam ruang publik di Indonesia
sebenarnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
seperti pada UU No. 24 Tahun 2009 dan Perpres No. 63 Tahun
2019. Kedua peraturan tersebut mengatur bagaimana bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional harus diutamakan dalam
segala kepentingan yang bersifat formal dan mengandung unsur
kepentingan
publik
yang
diterbitkan
oleh
lembaga
pemerintahan, badan, dan swasta (Wijaya & Savitri, 2021).
Namun, pada praktiknya, masih banyak ditemukan identitas
nama jalan atau nama bangunan yang tersusun atas bahasa asing
atau bahasa daerah