Oleh: KH MN Harisudin
Tiba-tiba orang berkulit hitam itu berteriak keras di depan Raudlah. La shalata ba'da shalat as-shubhi. Tidak
ada shalat setelah shalat Subuh. Memang di depan kami, ada beberapa
orang yang shalat, sementara kami sudah selesai melakukan shalat Subuh
berjamaah di Masjid Nabawi Madinah. Kala itu, bulan Mei 2018, saya
sendiri tepat berada di sebelah orang kulit hitam ini. Kami berjarak
kurang lebih sepuluh meter dari depan Raudlah Masjid Nabawi.
Beberapa
orang yang berada di depan kami sontak mengajak debat orang Somalia
itu. Pertikaian pun memanas. Antara orang Somalia dan dua orang yang
membolehkan shalat di depan Raudlah setelah waktu Subuh. Dua orang kulit
putih mengatakan bahwa yang demikian adalah soal khilaf. Artinya, menurut sebagian ulama, ada yang membolehkan shalat sunah mutlak setelah shalat Subuh di depan Raudlah.
Hampir
setengah jam pertikaian itu tak pula kunjung usai. Masing-masing tetap
bersikukuh dengan pendapat masing-masing, termasuk mereka yang
membolehkan shalat sunah mutlak di depan Raudlah bakda shalat Subuh.
Informasi yang saya peroleh dari sebagian mutawif, para ulama Saudi ada yang membolehkan shalat tersebut.
Saya
sendiri memilih menjadi penengah pertikaian tersebut. Jika sudah alot,
saya baru melerai mereka. Menariknya, betapapun alotnya jalan diskusi,
mereka masih berjabat tangan dan bersalaman, tanda perdamaian. Saya juga
mencoba perspektif yang toleran dengan anggapan jangan-jangan memang
ada dalilnya, mereka yang membolehkan shalat sunah mutlak setelah Subuh
di depan Raudlah.
Meski para mutawif
memberi info tentang pendapat ulama Saudi yang membolehkan tersebut,
saya masih ragu-ragu apakah benar ada dalilnya. Karena Raudlah adalah
bagian dari Masjid Nabawi, sehingga berlaku hukum larangan shalat sunah
mutlak di lima waktu: setelah shalat Subuh, waktu terbit matahari, waktu
matahari di tengah, setelah shalat ashar dan waktu terbenam matahari.
Larangan
itu berlaku di tempat mana pun, kecuali di Makah. Karena ada hadits,
"Tidak ada shalat setelah shalat Subuh dan tidak ada shalat setelah
shalat Ashar, kecuali di Makah."
Walhasil,
perkecualian hanya berlaku di Makah. Dengan demikian, di masjid Nabawi
Madinah tetap berlaku ketentuan larangan tersebut hingga di Raudlah
sekalipun.
Sebagaimana maklum, orang-orang yang
umrah dan haji berziarah ke Madinah, tujuan utamanya adalah Masjid
Nabawi dan Raudlah. Raudlah sendiri merupakan tempat mustajab yang
didatangi banyak orang. Untuk ke sana, dibutuhkan kesabaran karena harus
berdesak-desakan dengan ratusan orang yang antre. Jika sudah masuk
karpet hijau, maka itulah Raudlah.
Alhamdulillah,
malam pukul tiga waktu Madinah 22 Mei, saya sudah merangsek menuju
masjid Nabawi dan merapat ke Raudlah. Sehingga, saya berjamaah shalat
Subuh di Masjid Nabawi dengan posisi di karpet hijau Raudlah. Artinya
tanpa harus berdesak- desakan seperti hari sebelumnya.
Saya
beruntung dapat menjalankan shalat dan berdoa berjam-jam di depan
Raudlah. Jika lantai Masjid Nabawi umumnya menggunakan karpet merah,
Raudlah yang luasnya 144 meter persegi menggunakan karpet warna hijau.
Raudlah adalah taman surga. Tempat di antara rumah Nabi dan tempat
khutbah Nabi.
Raudlah menjadi bagian dari
Masjid Nabawi yang dalam hadits disebut jika beribadah berpahala 1000
kali lebih banyak dari pada di masjid pada umumnya. Di Raudlah ini,
disebutkan doa-doa dikabulkan. Karena itu, umat berebut mendapatkan
tempat di Raudlah. Demikian juga saya amat senang bisa berada di
Raudlah, meski harus mendapat pengalaman pertikaian orang Somalia dan
orang kulit putih tentang shalat sunah mutlak di depan Raudlah.
Namun demikian, dengan dada yang samahah,
saya masih toleran terhadap pendapat ulama Saudi jika benar-benar ada
dalilnya. Sebagaimana kami juga toleran kala menjalankan ibadah yang
lain di Makah dan Madinah. Atau minimal husnudzan saya adalah mereka melakukan shalat sunah semacam shalat sunah yang punya sebab seperti tahiyatal masjid, shalat sunah wudlu.
Wallahua'lam.
Penulis
adalah Katib Syuriyah PCNU Jember, Wakil Ketua Lembaga Ta'lif wa an
Nasyr (LTN) PWNU Jawa Timur, Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli
Kaliwates Jember dan Kaprodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah IAIN
Jember.